Periode Filsafat
Scholastik Kristen
Periode
Scholastik Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :
-
Masa Scholastik awal ( 9-12 M )
-
Masa Scholastik keemasan ( 1200-1300 M)
-
Masa Scholastik terakhir ( 1300-1450 M)
1.
Masa Scholastik Awal ( Abad 9-12 M)
Masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad
pertengahan setelah terjadi kemerosotan. Pemikiran filsafat pada masa
sebelumnya yang disebabkan kuatnya dominasi golongan Gereja.
Pada saat ini muncul ilmu pengetahuan yang
dikembangkan disekolah-sekolah. Pada mulanya Scholastik timbul pertama kalinya
di Biara Italia Selatan dan akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain. Pada
sekolah-sekolah saat itu diterapkan kurikulum ajaran yang meliputi studi
duniawi atau artes liberals meliputi : tata bahasa, retorika, dialektika (seni
berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik. Pada masa
ini persoalan pemikitan yang paling menonjol ialah hubungan antara rasio dengan
wahyu (agama).
Menurut Anselmus (1033-1109 M) mengatakan rasio
dapat digunakan dalam keagamaan. Itu tidak berarti bahwa rasio saja dapat
mencapai kebenaran agama seluruhnya. Malahan agama atau kepercayaan dapat
menolong rasio, sehingga dengan kepercayaan, orang akan mempunyai pengertian
lebih jelas. Mengenai hubungan antara rasio dengan agama dirumuskannya dengan “Credo ut in telligam” ( saya percaya
supaya mengerti).
Adapun maksudnya adalah bahwa orang yang mempunyai
kepercayaan agma akan lebih mengerti segala sesuatunya: Tuhan, manusia dan
dunia. Jadi baginya agamalah yang diutamakan dalam filsafatnya, tapi ia tidak
mengingkari kemampuan rasio.
Soal yang kedua mengenai universalia. Universalia
ialah penfertian umum seperti kemanusiaan, kebaikan, keindahan, dan sebagainya.
Yang dipersoalkan adalah universalia itu terdapat pada hal/barangnya sendiri
ataukah hanya sekedar nama buatan pikiran belaka yang tidak riil pada barang
atau bendanya?
Terhadap
persolan ini ada tiga pendapat :
a. Ultra
Realisme
Berpendapat, bahwa
universalia adalah perkara-perkara atau esensi yang benar-benar ada, lepas dari
penggambaran dalam pikiran. Dengan kata lain universalia mempunyai nilai
objektif lepas dari subyek yang menggambarkannya. Misalnya kemanusiaan memang
merupakan sesuatu yang riil. Manusia-manusia individual hanya merupakan kasus spesifik
dari yang umum itu. Tokoh terkenal yang menganut realism ialah Gulielmus dari
Champeaux (1007-1120 M).
b. Nominalisme
Berpendapat,
Universalia hanyalah nama atau bunyi saja (flatus voice) dan tidak ada dalam
realitas. Jadi Universalia tidak mempunyai nilai obyektif pada bendanya tetapi
hanyalah merupakan penggambaran dalam pikiran manusia. Tokoh terkenal dalam
aliran ini ialah Rossoellinus dari Compiegne (1050-1120 M)
c. Moderato
Realisme
Berpendapat,
tengah-tengah antara dua aliran tersebut sebagai berikut : Universalia yang
nyata tidak ada pada dirinya sendiri. Yang ada hanyalah ide tentang universalia
yang ada pada pikiran manusia. Tetapi gambaran atau ide ini ada dasarnya yang
obyektif, artinya ada di luar pikiran yaitu pada kemiripan yang nyata dari satuan-satuan
sesuatu golongan. Tokoh-tokoh aliran ini ialah Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Thomas
Aquino dan Petrus Abaelardus (1079-1180 M).
Sedikit tentang Peter
Abaelardus (1079_1180).
Ia dilahirkan di Le Pallet, Perancis, Ia mempunyai
kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam, sehingga sering kali
bertengkar dengan para ahli piker dan pejabat gereja. Ia termasuk orang
konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantic, sekaligus sebagai
rasionalistik, artinya perananakal dapat menundukkan kekuatan iman. Iman harus
didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat
diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus, yang mengatkan bahwa
berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alas an bahwa
berpikir itu berada di luar iman ( di luar kepercayaan). Karena itu berpikir
merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metoda dialektika
yangtanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi itu iman hamper kehilangan
tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada
bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.
2.
Masa Scholastik Keemasan ( 1200-1300 M)
Pada masa Scholastik awal, filsafat bertumpu pada
alam pikiran dan karya-karya Kristiani. Tetapi sejak pertengahan abad ke 12
karya-karya non Kristiani mulai muncul dan filosuf Islam mulai berpengaruh.
Dan pada masa ini merupakan kejayaan Scholastik yang
berlangsung dari tahun 1200-1300 M, dan masa ini disebut juga masa berbunga,
karena bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang
menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan. Secara umum ada beberapa factor
yang menjadikan masa Scholastik mencapai keemasan, yaitu :
a. Adanya
pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12, sehingga
sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b. Tahun
1200 M didirikan Universitas Almamater di Perancis. Universitas ini merupakan
gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebgai awal (embrio)
berdirinya Universitas di Paris di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan
lain-lainnya.
c. Berdirinya
ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang
terhadap ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk
memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh
terhadap kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-tokohnya memegang
peranan di bidang filsafat dan teologi, seperti : Albertus de Grote, Thomas
Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.
Usaha
Mengkristenkan Ajaran Aristoteles
Pada mulanya hanya sebagian ahli pikir yang membawa
dan meneruskan ajaran Aristoteles, akan tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan
dari Augustinus. Hal ini dikarenakan, adanya suatu anggapan bahwa ajaran
Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh
ahli pikir Arab (Islam). Hal ini dianggap sangat membahayakan ajaran Kristen.
Keadaan yang demikian ini bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih
diajarkan di fakultas-fakultas bahkan dianggapnya sebagai pelajaran yang
penting dan harus dipelajari. Untuk menghindari adanya pencemaran tersebut di
atas (dari ahli piker Arab atau Islam) maka Albertus Magnus dan Thomas Aquinas
sengaja menghilangkan unsure-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan
menerjemahkan langsung dari bahasa latinnya. Juga, bagian-bagian ajaran
Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen, diganti dengan teori-teori
baru yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran
Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles yang telah diselaraskan
dengan ajaran ilmiah ( suatu sintesa antara kepercayaan dan akal ).
Upaya Thomas Aquinas ini sangat berhasil dengan
terbitnya sebuah buku Summa Theologiae dan sekaligus merupakan bukti bahwa
ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat mempengaruhi seluruh
perkembangan skolastik.
Tokoh
yang paling terkenal pada masa ini adalah Albertus Magnus dan Thomas Aquinas.
Albertus Magnus (1203-1280 M)
Ia lahir dengan nama Albertus von Bollstadt yang
juga dikenal sebagai doctor universalis dan doctor magnus, kemudian bernama Albertus
Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas
Padua ia belajar artes liberals, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo
Dominican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan
teologi.
Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola
pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang
ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.
Thomas Aquinas (1225-1274 M)
Ia lahir di
Roccasecca, Italia pada tahun 1225 dari keluarga bangsawan, baik bapaknya
maupun ibunya. Pada masa mudanya dia hidup bersama pamannya yang menjadi
pemimpin ordo di Monte Cassino. Ia berada di sana pada tahun 1230-1239 M. Pada
tahun 1239-1244 M ia belajar di Universitas Napoli, tahun 1245-1248 M di
Universitas Paris di bawah bimbingan Albertus Magnus. Sampai tahun 1252 M ia
dan Albertus tetap berada di Cologne. Tahun 1252 M ia kembali belajar di
universitasParis pada Fakultas Teologi. Tahun 1256 M ia diberi ijazah (licentia
Docendi) dalam bidang teologi, dan ia mengajar di sana sampai tahun 1259 M.
Tahun1269 – 1272 M ia kembali ke Universitas Paris untuk menyusun tantangan
terhadap ajaran Ibnu Rusyd. Sejak tahun 1272 M ia mulai mengajar di Universitas
Napoli. Ia meninggal pada tahun 1274 M di Lyons. Tidak dapat dibantah bahwa Thomas Aquinas adalah tokoh
terpenting kala itu pada jaman Skolastik. Ia berjasa dalam memadukan secara
orisinil pemikiran Augustinus dengan filsafat Aristoteles. Lewat sebuah
ensiklik (surat edaran dari kepausan). Ajaran Thomas Aquinas dinyatakan sebagai
dasar bagi filsafat kristiani dan wajib diajarkan pada semua sekolah filsafat
dan teologi Katolik.
Menurut Thomas, iman dan akal budi tidak mungkin
bertentangan karena keduanya berasal dari Allah. Maka baik teologi maupun
filsafat pada akhirnya akan sampai pada kebenaran hakiki yang sama. Hanya saja
keduanya menggunakan metode yang berbeda. Filsafat memulai penyelidikannya dari
benda-benda ciptaan (dalam kawasan yang alamiah), dan dari sinilah dapat
mencapai Allah. Sementara teologi justru sudah menerima Allah sebagai asal dan
fundamen untuk penyelidikannya atas benda-benda alamiah. Maka, teologi
memerlukan wahyu Allah.
Dengan beriman, ia dapat mencapai pengetahuan adikodrati yang
disampaikan wahyu kepadanya (misalnya pengetahuan tentang misteri trinitas,
inkarnasi, sakramen). Semua pengetahuan ini memang berada di luar batas-batas
akal budi, namun sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa pengetahuan itu
bersifat irasional atau bertentangan dengan prinsip-prinsip akal budi,
melainkan jauh melampaui dan mengatasinya. Dengan kata lain, semua pengetahuan
yang berasal dari wahyu bersifat metarasional (meta, Yunani: sesudah, di
atas).
3.
Scholastik Akhir (1300-1450 M)
Masa scholastik akhir ditandai dengan
kemalasan berpikir filasafati sehingga menyebabkan stagnasi (kemadegan)
pemikiran filsafat Scholastik Kristen.
Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah
Nicolaous Cusanus (1401-1404 M). dari pemikiran filsafatnya ia membedakan tiga
macam pengenalan yang kurang sempurna sifatnya. Rasio ini membentuk
konsep-konsep atas dasar pengenalan inderawi dan aktifitasnya sama sekali
dikuasai oleh prinsipnon-kontradiksi. Tetapi pengenalan rasional tidak melebihi
dugaan saja. Dengan rasio hanya secara kasar mencapai realitas. Tetapi di
samping pengenalanrasional masih ada jenis pengenalan lain, yaitu intuisi.
Dengan intuisi manusia dapat mencapai yang tak terhingga, obyek tertinggi
filsafat, di mana tidak ada hal-hal yang berlawanan. Intuisi tidak dapat
diekspresikan dengan bahasa rasional dan sebagai pengganti sebaiknya digunakan
ibarat dan symbol.
Allah adalah obyek sentral bagi intuisi
manusia. Dalam diri Allah semua hal yang berlawanan mencapai kesatuan. Allah
melampaui semua perlawanan yang dijumpai pada taraf keberadaan yang berhingga.
Semua makhluk berhingga berasal dari
Allah Pencipta, dan segalanya akan kembali pula kepada pencipta-Nya. Di sini
filsafat Nicolaus bercorak Teologis, yang memadaipemikiran filsafat abad
pertengahan. Akan tetapi keaktifannya dalam ilmu pengetahuan eksperimental
sudah menunjukkan diri sebagai modern. Oleh karena itu Nicolaus Cusanus dapat
dipandang sebagai mata rantai yang menghubungkan dengan abad modern.
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada
paling akhir masa Scholastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk
mengenal, yaitu : lewat indera, akal, dan intuisi. Dengan indera kita akan
mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak
sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang
abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indera. Dalam intuisi, kita akan
mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita
akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia
seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang
seharusnya dapat diketahui. Oleh karena keterbatasan akal tersebut, maka hanya
sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan
akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat di mana segala sesuatu bentuknya
menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya
mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesa
yang lebih luas. Sintesa ini mengarah ke masa depan, dan pemikirannya ini
tersirat suatu pemikiran humanis.